Dengan kondisi pandemi covid 19 membuat perusahaan kita dipaksa untuk mengikuti zaman secara cepat. Tim juga menjadi lintas generasi dan memungkinkan setiap pekerja dapat bekerja dari mana saja. Karena trend bekerja menjadi semakin mudah, maka banyak yang melakukan aksi “Kutu Loncat” dimana mereka yang bekerja di perusahaan kita berpindah pekerjaan seenaknya saja loncat sana sini hingga pengunduran diri dengan cepat tanpa berfikir sisi positif atau negatif baik untuk dia secara individu atau perusahaan tempat dia bekerja sebelumnya. Akibatnya, perusahaan mengalami peningkatan tingkat turn over karyawan yang tinggi. Penelitian oleh CareerBuilder menganalisis perbedaan generasi dan bagaimana karakteristik tersebut memengaruhi lamanya setiap generasi bertahan dalam suatu pekerjaan.
Loyalitas Gen Baby Boomers
Baby Boomers, lahir antara 1946 dan 1964. Generasi ini cenderung tetap bekerja selama rata-rata 8 tahun 3 bulan dalam satu perusahaan. Berbagai peristiwa yang memengaruhi generasi ini seperti: Perang Dunia berakhir, yang mengarah pada rasa optimisme dan kemakmuran, pendaratan di bulan dan Gerakan Hak Sipil, dan lainnya. Peristiwa ini membuat mereka merasa bahwa ketika mereka memiliki pekerjaan yang dibayar dengan baik dan memungkinkan mereka untuk hidup dengan nyaman, mereka tidak merasa perlu untuk pindah pekerjaan. Intinya lebih ke rasa aman dan tenang dalam menjalani hidup.
Prioritas Gen X Aman dan Tentram
Mereka lahir di tahun 1965 hingga 1980. Generasi X akan menghabiskan sekitar 5,2 tahun dalam pekerjaan di perusahaan tempat dia bekerja. Beberapa peristiwa budaya yang mempengaruhi sikap Gen-X untuk bekerja adalah: Menerima tingkat pendidikan tertinggi dari generasi sebelumnya, runtuhnya tembok Berlin, melambangkan kebebasan dan kemenangan, dimulainya keluarga berpenghasilan ganda dan krisis energi. Tentunya ini riset di Amerika. Jika di Indonesia mungkin Gen X jauh lebih lama masa bekerjanya. Seperti halnya PNS masih menjadi pekerjaan idaman oleh Gen X.
Budaya Kerja Bebas Millennials
Milenial lahir dari tahun 1981 hingga 1995. Pekerja Milenial rata-rata bertahan dalam pekerjaan hanya 2 tahun 9 bulan. Dengan sekitar 72 juta Milenial di AS, generasi ini adalah yang terbesar dari populasi pekerja. Peristiwa-peristiwa yang terjadi ketika mereka tumbuh yang mempengaruhi perilaku mereka adalah: Resesi Hebat, dari Desember 2007 hingga Juni 2009, berdampak pada upah dan biaya hidup selama bertahun-tahun, kemajuan teknologi, meningkatnya terorisme dan tingkat perceraian yang tinggi.
Milenial saat ini adalah generasi terbesar di AS. Begitu juga di Indonesia. Mereka mengatakan tidak ingin bertahan lama di perusahaan yang sama; mereka ingin sering berpindah ke posisi yang berbeda. Hal ini terbukti juga ada salah satu anak Internship 6 bulan yang ingin berpindah-pindah jobdesk karena bosan dengan jobdesk yang diberikan. Padahal dalam melakukan jobdesk tersebut, dia belum ahli dalam mengerjakanya. Masih ada miss didalam pekerjaanya. Namun hal itu tetap membuat dia ingin pindah jobdesk. Bayangkan ini terjadi di perusahaan anda dimana karyawan jenuh kemudian akan resign dengan cepat tanpa berfikir plus dan minus bagi dia dan perusahaan.
Mereka ingin didengar, dan mereka dikenal sebagai “We Culture”. Mereka menyukai kebebasan, sehingga Milenial memikirkan kembali keseimbangan kehidupan kerja mereka, terutama setelah Pandemi, dan ingin memanfaatkan kebijakan kerja jarak jauh. Milenial melangkah ke posisi kepemimpinan sementara Gen-Z memasuki dunia kerja.
Baca juga Mengenal Lintas Generasi X Y Z
Gen Z Membutuhkan Pengakuan Bukan Uang
Gen-Z lahir antara tahun 1996 dan 2012. Rata-rata waktu mereka bertahan di dalam suatu pekerjaan pasti lebih sedikit daripada generasi di atasnya, rata-rata lama Gen-Z dalam suatu pekerjaan (sejauh ini) adalah 2 tahun 3 bulan. Lebih sedikit 6 bulan dari Generasi Milenial, tetapi penting untuk mempertimbangkan bahwa banyak yang bahkan belum memiliki kesempatan untuk bekerja selama lebih dari 3 tahun, beberapa baru memasuki dunia kerja.
Sebagian besar Gen-Z lahir setelah 911. Mereka tumbuh di dunia yang sangat terhubung di mana ponsel lebih penting daripada komputer dan di mana pendapatan tampak serba instan. Serba instan dan banyaknya informasi dimana-mana cukup menjelaskan mengapa mereka tidak bertahan lama dalam pekerjaan. Namun, Gen-Z jauh lebih berhati-hati dengan pengambilan risiko daripada Milenial.
Anak-anak muda ini ingin mendorong perubahan budaya, mereka sekarang dikenal sebagai pencipta budaya, itu sebabnya masalah budaya semakin penting di perusahaan. Gen-Z ingin mencari pekerjaan yang berarti dan jujur pada diri mereka sendiri, itulah sebabnya banyak yang meninggalkan perusahaan di awal karir mereka jika mereka tidak merasa nilai-nilai mereka cocok. Misalnya, banyak organisasi di industri minyak dan gas melihat bagaimana anggota tim mereka yang lebih muda bermigrasi ke industri lain.
Baca juga Mengelola Tim Milenial di Tempat Kerja
Kesimpulan
Perbedaan generasi memang ada dan akan terus ada. Dengan begitu banyak generasi berbeda yang membentuk tenaga kerja saat ini, organisasi perlu mengakui perbedaan ini dan mencari cara yang lebih personal untuk menarik masing-masing dari mereka. Pendekatan satu-untuk-semua bukan lagi jawabannya.
Sumber: https://www.forbes.com/sites/lucianapaulise/2021/10/26/why-millennials-and-gen-z-are-leading-the-great-resignation-trend/?sh=38c4ec5c44fe
Di perusahaan saya banyak anak2 muda yang baru masuk 3 bulan udah minta resign.
Iya sama Bu Maya, di tempat saya malah baru masuk 1 minggu di rapat mingguan udah bilang gk se visi. Bingung saya sama anak muda sekarang.
Sangat relate sekali dengan kondisi sekarang ya. Jika artikel ini bermanfaat silahkan share 🙂
loyalitas dan loyalitas di indobot pokoke