Turnover Karyawan Milenial dan Gen Z yang Tinggi Jadi Momok Perusahaan

Oby Zamisyak

Efektivitas kinerja karyawan sangat dipengaruhi oleh lingkungan dan kepuasan kerja. Perilaku karyawan yang dimiliki oleh karyawan tersebut. Keluar masuk (turnover) karyawan mungkin adalah hal yang biasa bagi perusahaan. Tapi, bagaimana jika karyawan yang turnover jumlahnya sangat banyak? Tentu ini menjadi masalah dan bisa saja perusahaan mengalami kerugian besar.

Karyawan adalah Aset Utama Perusahaan

Karyawan merupakan aset utama perusahaan. Tidak jarang, perusahaan harus mengeluarkan biaya ekstra untuk melakukan perekrutan dan pelatihan karyawan baru. Tujuannya adalah untuk mencari karyawan yang profesional dan berkualitas. The Society for Human Resource Management (SHRM) melaporkan bahwa mengganti karyawan memang membutuhkan banyak uang. Biaya pergantian langsung dapat mencapai 50 persen hingga 60 persen dari gaji tahunan karyawan. Sedangkan total biaya pergantian bisa mencapai 90 persen hingga 200 persen dari gaji tahunan.

Biaya turnover karyawan sangat tinggi

Jadi bisa dibayangkan, apabila tingkat turnover karyawan yang tinggi di sebuah perusahaan tentu dapat menjadi beban. Lowongan yang tidak terisi pada akhirnya harus diisi dengan pergantian karyawan baru. Ini bisa memberikan dampak buruk pada perusahaan secara keseluruhan. Oleh karena itu, perusahaan perlu melakukan berbagai strategi untuk mencari solusi permasalahan tersebut.

Apa Penyebab Turnover Karyawan?

Menurut sebuah penelitian Retention Report tahun 2017, ada beberapa alasan utama mengapa banyak karyawan memilih meninggalkan pekerjaannya dan berpindah ke pekerjaan lain. Misalnya dengan alasan pengembangan karier. Karyawan cenderung bergabung ke dalam sebuah perusahaan untuk berinvestasi ke perkembangan karier mereka ke depannya. Apabila perusahaan tidak mampu memvisualisasikan potensi pengembangan karier serta langkah-langkah yang harus ditempuh secara jelas, maka karyawan akan merasa terabaikan. Prospek perusahaan yang terbatas ini membuat karyawan akan berusaha mencari perusahaan lain yang mampu memberikan kesempatan baginya untuk berkembang.

Turnover Karyawan Banyak Didominasi Milenial dan Gen Z

Gen-Z lahir antara tahun 1996 dan 2012. Rata-rata waktu mereka bertahan di dalam suatu pekerjaan pasti lebih sedikit daripada generasi di atasnya, rata-rata lama Gen-Z dalam suatu pekerjaan (sejauh ini) adalah 2 tahun 3 bulan. Lebih sedikit 6 bulan dari Generasi Milenial, tetapi penting untuk mempertimbangkan bahwa banyak yang bahkan belum memiliki kesempatan untuk bekerja selama lebih dari 3 tahun, beberapa baru memasuki dunia kerja.

Sebagian besar Gen-Z lahir setelah 911. Mereka tumbuh di dunia yang sangat terhubung di mana ponsel lebih penting daripada komputer dan di mana pendapatan tampak serba instan. Serba instan dan banyaknya informasi dimana-mana cukup menjelaskan mengapa mereka tidak bertahan lama dalam pekerjaan. Namun, Gen-Z jauh lebih berhati-hati dengan pengambilan risiko daripada Milenial.

Anak-anak muda ini ingin mendorong perubahan budaya, mereka sekarang dikenal sebagai pencipta budaya, itu sebabnya masalah budaya semakin penting di perusahaan. Gen-Z ingin mencari pekerjaan yang berarti dan jujur ​​pada diri mereka sendiri, itulah sebabnya banyak yang meninggalkan perusahaan di awal karir mereka jika mereka tidak merasa nilai-nilai mereka cocok. Misalnya, banyak organisasi di industri minyak dan gas melihat bagaimana anggota tim mereka yang lebih muda bermigrasi ke industri lain.

Perbedaan generasi memang ada dan akan terus ada. Dengan begitu banyak generasi berbeda yang membentuk tenaga kerja saat ini, organisasi perlu mengakui perbedaan ini dan mencari cara yang lebih personal untuk menarik masing-masing dari mereka. Pendekatan satu-untuk-semua bukan lagi jawabannya.

Baca Juga: Mengapa Resign dari Pekerjaan didominasi Milenial dan Gen Z

Strategi Mencegah Tingginya Turnover

Dilihat secara garis besar, alasan turnover karyawan bisa disimpulkan adanya ketidakmampuan perusahaan dalam memenuhi ekspektasi dan kebutuhan karyawan. Maka dari itu, perusahaan seharusnya lebih fokus pada pemenuhan kebutuhan dan ekspektasi karyawannya melalui penguatan strategi retensi. Strategi retensi meliputi upaya yang dilakukan perusahaan untuk mempertahankan lingkungan pekerjaan yang mendukung karyawan yang bekerja di dalamnya. Kebijakan retensi yang diterapkan perusahaan biasanya ditujukan untuk memenuhi berbagai kebutuhan karyawan. Dengan begitu, kepuasan pekerjaan karyawan dapat meningkat serta mengurangi biaya tambahan untuk merekrut dan melatih karyawan baru.

  1. Membuat Pelatihan Karyawan Baru
    Pelatihan karyawan baru yang sukses sangat mempengaruhi kesuksesan retensi. Pada saat pelatihan, perusahaan harus bisa mencapai 3 hal. Terakhir, perusahaan harus membantu karyawan mengalami secara langsung misi dan nilai-nilai perusahaan. Dengan membangun koneksi emosional sejak awal, maka karyawan akan merasa lebih terkoneksi dengan peran, rekan kerja, manajer, dan perusahaan. Seharusnya, perusahaan mengambil pendekatan yang berbeda. Manajer bisa duduk bersama karyawan baru dan mendiskusikan pengalaman mereka. Diskusikan bagaimana skill karyawan dapat membantu melaksanakan pekerjaannya dan mencapai tujuan perusahaan.
  2. Kultur, Koneksi, dan Kontribusi
    Mempertahankan lingkungan kerja yang kondusif untuk menciptakan pengalaman kerja yang positif merupakan strategi retensi yang efektif. Karyawan dari generasi X biasanya lebih suka lingkungan kerja yang menjamin stabilitas dan keamanan finansialnya. Sementara itu, karyawan dari generasi Y lebih tertarik pada perusahaan yang mendukung pengembangan kariernya. Koneksi bisa dalam bentuk menciptakan hubungan kerja yang positif dan produktif dengan rekan kerja. Bentuk lainnya yaitu menciptakan kehidupan kerja yang seimbang. Karyawan tentunya lebih menyukai pekerjaan yang menawarkan waktu untuk kepentingan pribadi atau tetap bisa terkoneksi dengan kehidupan di luar pekerjaan, seperti menjalani hobi. Ketiga adalah kontribusi dalam hal ini merupakan upaya yang dilakukan manajemen perusahaan untuk mencari tahu kemampuan apa yang paling kuat dari seorang karyawan. CEO & Co-Founder Agate International, Arief Widhiyasa, bilang dia sangat menghargai kemampuan yang dimiliki karyawannya.
  3. Memberikan Kesempatan Karyawan Mengembangkan Karier
    Perusahaan seharusnya memiliki manajer yang mampu mengembangkan karier bawahannya secara positif. Dia juga tidak membatasi karyawan untuk mengekspresikan ide, preferensi, ekspektasi, dan keinginannya, selama hal tersebut tidak melanggar etika kerja.
  4. Berikan Paket Kompensasi Menarik
    Bagi pekerja, paket kompensasi di luar gaji kerap kali menjadi daya tarik. Menurut US Chamber of Commerce Foundation, lebih dari 50 persen pekerja milenial di Amerika Serikat setuju bahwa paket kompensasi mempengaruhi pilihan mereka terhadap perusahaan calon tempat mereka akan bekerja. Cara ini juga bagus untuk meningkatkan loyalitas karyawan, menaikkan retensi, meningkatkan daya tarik perusahaan, hingga menekan turnover karyawan. Intinya, karyawan-karyawan terbaik adalah modal utama perusahaan untuk menjalankan bisnisnya lebih produktif dan kompetitif. Misalnya di Indonesia, banyak perusahaan yang menawarkan paket kompensasi berupa proteksi penuh asuransi seperti BPJS Kesehatan, BPJS Ketenagakerjaan, hingga asuransi jiwa. Selain itu, bisa juga memberikan berbagai insentif atau tambahan-tambahan di luar gaji pokok seperti tambahan fasilitas bagi karyawan.

Baca Juga

Bagikan:

Tags

Tinggalkan komentar